terjawabBerikut ini yang tidak termasuk ketentuan pokok sistem tanam paksa adalah pilihannya mana dek Iklan Jawaban 4.4 /5 182 HerlanggaSyahWIjaya Ketentuan-ketentuan dalam sistem tanam paksa: 1. Penduduk diharuskan menyediakan sebagian dari tanahnya untuk ditanami tanaman yang dapat dijual di pasaran Eropa. 2. - Pada masa pendudukan Belanda di Indonesia, tepatnya tahun 1830, diterapkan sebuah kebijakan yang disebut sistem tanam paksa. Sistem tanam paksa mewajibkan rakyat menanami sebagian dari sawah dan atau ladangnya dengan tanaman yang ditentukan oleh pemerintah dan hasilnya diserahkan kepada pemerintah. Sistem tanam paksa ini disebut juga dengan tokoh yang menerapkan sistem tanam paksa adalah Gubernur Jenderal Hindia Belanda Johannes van den Bosch. Tujuan utama Van den Bosch menerapkan kebijakan ini adalah untuk memperbaiki kondisi perekonomian Belanda yang dilanda krisis ekonomi. Selama sistem tanam paksa diberlakukan, ada beberapa ketentuan yang harus diikuti. Apa saja ketentuan-ketentuan sistem tanam paksa? Baca juga Sistem Tanam Paksa Latar Belakang, Aturan, Kritik, dan Dampak Ketentuan sistem tanam paksa Menyisihkan tanah sebesar 20 persen Sistem tanam paksa mewajibkan setiap desa di Indonesia menyisihkan 20 persen tanahnya untuk ditanami komoditas ekspor, khususnya kopi, teh, dan tarum nila. Tanaman cultuurstelsel bebas pajak Tanah yang digunakan untuk cultuurstelsel dibebaskan dari pajak, karena hasil tanamannya telah dianggap sebagai bagian dari bayaran pajak itu sendiri. Pemerintah bertanggung jawab penuh atas gagal panen Jika tanaman yang ditanam di tanah cultuurstelsel mengalami gagal panen akibat bencana alam, maka kerugiannya akan ditanggung secara penuh oleh pemerintah Belanda. Sebaliknya, jika hasil produksi tanaman lebih dari ketentuan yang dibuat, maka sisanya akan dikembalikan kepada juga Perbedaan Land Rent System dengan Cultuurstelsel Sistem tanam paksa selesai dalam waktu tiga bulan Setiap pekerja diberi waktu untuk menyelesaikan cultuurstelsel dalam waktu tiga bulan dan tidak boleh lebih. Sebab, jika melebihi waktu tanam padi maka risiko kegagalannya akan lebih besar dan akan memberi kerugian bagi Belanda. Baca juga Penghapusan Sistem Tanam Paksa Tahun berapakah tanam paksa dihapuskan? Selama kebijakan sistem tanam paksa diterapkan, banyak kualitas dan hasil tanaman pangan menjadi kurang bagus. Selain itu, muncul juga masalah kelaparan yang dirasakan oleh rakyat pribumi, yang tidak sempat merawat sawah dan ladang karena harus mengurusi tanaman perkebunan milik Belanda. Banyaknya masalah dan penderitaan yang disebabkan oleh sistem tanam paksa pun memberikan kesengsaraan, khususnya bagi rakyat pribumi. Oleh sebab itu, mulai muncul berbagai kritik keras atas sistem tanam paksa. Akhirnya, sistem tanam paksa resmi dihapus pada 1870 berdasarkan ketetapan dalam UU Agraria. Referensi Makfi, Samsudar. 2019. Masa Penjajahan Kolonial. Singkawang Maraga Borneo Tarigas. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Dampaknegatif Tanam Paksa Bagi Indonesia. Kemiskinan serta penderitaan fisik dan mental yang berkepanjangan. Beban pajak yang besar. Pertanian khususnya padi,banyak mengalam kegagalan panen. Kelaparan dan kematian terjadi di banyak tempat sehingga jumlah penduduk Indonesia mengalami penurunan. Meluasnya kekuasaan bupati dan kepala desa yang
- Cultuurstelsel atau Sistem Tanam Paksa merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda melalui Gubernur Jenderal Johannes van Den Bosch 1830-1833. Pemberlakuan tanam paksa menjadi salah satu periode kelam dalam sejarah Indonesia dan menuai kritik keras dari sejumlah Sistem Tanam Paksa ini dicetuskan pada 1830 atau ketika van Den Bosch mulai menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Ketentuannya, setiap desa wajib menyisihkan 20 persen tanahnya untuk ditanami komoditas ekspor yang ditentukan pemerintah kolonial, seperti kopi teh, tebu, dan nila. Pada dasarnya, sistem ini adalah cara baru yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial untuk dapat mengeksploitasi sumber daya alam Hindia Belanda Indonesia demi kepentingan penjajah atau Kerajaan dikeluarkan karena kebijakan sistem sewa tanah landrente yang diberlakukan pada masa Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles 1811-1816 gagal memenuhi kebutuhan ekspor. Secara garis besar, tujuan dari Cultuurstelsel ialah untuk mengatasi krisis keuangan Belanda. Kebijakan Cultuurstelsel ini akhirnya dihentikan setelah menuai protes keras dari berbagai kalangan yang melihat bahwa telah terjadi banyak penyelewengan dari pelaksanaan dari sistem tanam paksa. Baca juga Sejarah Perang Diponegoro Sebab, Tokoh, Akhir, & Dampak Kronologi Sejarah Perang Padri Tokoh, Latar Belakang, & Akhir Sejarah Perang Aceh Kapan, Penyebab, Proses, Tokoh, & Akhir Latar Belakang & Tujuan Tanam Paksa Dikutip dari Agnes Dian dalam penelitiannya berjudul "Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa di Jawa Tahun 1830-1870" 2006, kebijakan sewa tanah yang diterapkan pada era Raffles tak berjalan sebagaimana memperoleh keuntungan besar, sistem ini malah menimbulkan kerugian dengan turunnya pendapatan dari hasil pertanian. De Klerck dalam History of the Netherlands East Indies 1987 58, menuliskan bahwa sistem sewa tanah yang dikeluarkan Raffles gagal memberikan keuntungan bagi pemerintah dan rakyat. Inilah yang kemudian menjadi dasar van Den Bosch mencetuskan sistem tanam paksa sejak ia mulai menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada 1830. Selain itu, kebijakan tanam paksa dikeluarkan sebagai upaya untuk mengatasi krisis keuangan yang dialami Hindia Belanda maupun Kerajaan Belanda. Wulan Sondarika dalam penelitian bertajuk "Dampak Cultuurstelsel Tanam Paksa Bagi Masyarakat Indonesia dari Tahun 1830-1870" dalam Jurnal Artefak, menyebutkan bahwa krisis keuangan itu terjadi dikarenakan untuk pemenuhan biaya Perang Jawa Perang Diponegoro tahun 1825-1830. Kebijakan Cultuurstelsel pada dasarnya bertujuan untuk mengembalikan kondisi keuangan Belanda menjadi pulih selepas krisis usai perang Jawa. Selain itu, juga bertujuan untuk memberikan keuntungan yang besar bagi pemerintah kolonial. Baca juga Penyebab Sejarah Pemberontakan DI/TII Daud Beureueh di Aceh Sejarah Pemberontakan Andi Azis Penyebab, Tujuan dan Dampaknya Sejarah Pemberontakan DI/TII Amir Fatah di Jawa Tengah Aturan Tanam Paksa Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo dalam Sejarah Perkebunan di Indonesia Kajian Sosial-Ekonomi 1991 yang dikutip dari Lembar Negara Staatsblad No. 22 Tahun 1834 menyebutkan Sistem Tanam Paksa dijalankan dengan aturan sebagai berikut Melalui persetujuan, penduduk menyediakan sebagian tanahnya untuk penanaman tanaman perdagangan yang dapat dijual di pasaran Eropa. Tanah yang disediakan untuk penanaman perdagangan tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa. Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman perdagangan tidak boleh melebihi pekerjaan yang dibutuhkan untuk menanam padi. Bagi tanah yang ditanami tanaman perdagangan dibebaskan dari pajak tanah. Apabila nilai hasil tanaman perdagangan melebihi pajak tanah yang harus dibayar, maka selisih positifnya harus diberikan kepada rakyat. Kegagalan panen menjadi tanggung jawab pemerintah. Penduduk desa mengerjakan tanah mereka dengan pengawasan kepala-kepala yang telah ditugaskan. Baca juga Sejarah Penyebab Keruntuhan Kerajaan Samudera Pasai Sejarah Proses Masuknya Agama Kristen Katolik ke Indonesia Arti Gold, Glory, Gospel 3G Sejarah, Latar Belakang, & Tujuan Penyimpangan Tanam Paksa Dalam prakteknya, terjadi banyak penyelewengan dalam pelaksanaan Sistem Tanam Paksa, antara lain Tanah yang harus diserahkan rakyat melebihi ketentuan. Tanah yang ditanami tanaman wajib tetap terkena pajak. Rakyat yang tidak punya tanah garapan harus bekerja di pabrik atau perkebunan milik kolonial selama lebih dari 66 hari. Kelebihan hasil tanam dari jumlah pajak tidak dikembalikan. Kerugian akibat gagal panen ditanggung oleh petani. Salah satu penyebab terjadinya banyak praktek penyimpangan ini adalah para pejabat lokal yang tergiur janji dari pemerintahan kolonial yang menerapkan cultuur procenten prosenan tanaman adalah sistem pemberian hadiah oleh pemerintah kolonial kepada kepala pelaksana tanam paksa penguasa lokal dan kepala desa di daerah yang mampu menyerahkan hasil panen melebihi juga Pemberontakan Sadeng vs Majapahit Dendam Kematian Nambi Sejarah Kabupaten Tuban Bermula dari Ronggolawe vs Majapahit Kontroversi Sejarah Pemberontakan Ra Semi di Kerajaan Majapahit Dampak Tanam Paksa Robert Van Niel dalam Warisan Sistem Tanam Paksa Bagi Perkembangan Ekonomi Berikutnya 1988 menyebutkan, beberapa dampak dari Sistem Tanam mempengaruhi tanah kemudian dikaitkan dengan sistem ekonomi pedesaan dan munculnya tenaga buruh yang murah, Cultuurstelsel juga berdampak terhadap munculnya pembentukan modal di desa. Sistem tanam paksa juga telah menghancurkan desa-desa di Jawa karena telah memaksa mengubah hak kepemilikan tanah desa menjadi milik bersama dan dengan demikian merusak hakhak perorangan yang lebih dulu atas tanah. Selain dampak negatif, Tanam Paksa juga menghasilkan dampak yang positif. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 2008 memaparkan bahwa terjadi penyempurnaan fasilitas, seperti jalan, jembatan, pelabuhan, pabrik dan gudang untuk hasil budidaya. Baca juga Sejarah Kejayaan Kesultanan Mataram Islam Masa Sultan Agung Sungai Citarum dan Banjir Jakarta dalam Sejarah Kerajaan Sunda Sejarah Runtuhnya Kerajaan Tarumanegara Sebab, Peninggalan, Raja Secara garis besar, dampak Cultuurstelsel dapat dikategorikan dalam beberapa aspek sebagai berikutBidang Pertanian Penanaman tanaman komoditas di Hindia Belanda menjadi lebih massif dan luas, di antaranya kopi, teh, tebu, dan lain-lain. Meningkatkan kesadaran pemerintah kolonial untuk meningkatkan produksi beras. Bidang Sosial Terjadinya homogenitas sosial dan ekonomi yang berprinsip pada pemerataan dalam pembagian tanah. Terjadi bencana kelaparan di berbagai daerah. Ikatan antara penduduk dan desanya semakin kuat, namun justru menghambat perkembangan desa itu sendiri. Terjadinya keterbelakangan dan kurangnya wawasan untuk perkembangan kehidupan penduduk di desa-desa. Timbulnya kerja rodi, yakni kerja paksa bagi penduduk tanpa upah yang layak. Bidang Ekonomi Pekerja mulai mengenal sistem upah. Sebelumnya, mereka lebih mengutamakan sistem kerjasama dan gotong royong terutama. Terjadi sewa menyewa tanah milik penduduk dengan pemerintah kolonial secara paksa. Hasil produksi tanaman ekspor bertambah dan mengakibatkan perkebunan-perkebunan swasta tergiur untuk ikut menguasai pertanian rakyat di kemudian hari. Baca juga Sejarah Perundingan Roem-Royen Latar Belakang, Isi, Tokoh Sejarah Demokrasi Parlementer Ciri-ciri, Kekurangan, & Kelebihan Macam Teori Kekuasaan Negara Menurut John Locke & Montesquieu Akhir dan Tokoh Tanam Paksa Tokoh utama Sistem Tanam Paksa tentu saja adalah Gubernur Jenderal Johannes Van den Bosch yang merupakan pencetus kebijakan ini sejak itu, ada beberapa tokoh intelektual Belanda yang memprotes Cultuurstelsel karena terjadi banyak penyelewengan, seperti Eduard Douwes Dekker, Baron van Hoevell, Fransen van de Putten, dan Douwes Dekker, misalnya, merilis buku berjudul “Max Havelar” dengan nama samaran Multaltuli. Buku yang diterbitkan pada 1830 ini mengungkap berbagai penyelewengan tanam paksa dan penindasan pemerintah kolonial di Fransen van de Putte menerbitkan artikel bertajuk “Suiker Contracten” atau "Perjanjian Gula" yang amat merugikan kaum petani atau masyarakat lokal di Hindia protes dan reaksi yang muncul membuat pemerintah Belanda mulai menghapus Sistem Tanam Paksa secara bertahap. Cultuurstelsel resmi dihapuskan sejak 1870 berdasarkan Undang-Undang Agraria atau UU juga Peninggalan Sejarah Kerajaan Majapahit Situs Prasasti dan Candi Sejarah Raden Wijaya Sang Raja Pertama Majapahit Fitnah Pemberontakan Lembu Sora dalam Sejarah Majapahit - Sosial Budaya Kontributor Alhidayath ParinduriPenulis Alhidayath ParinduriEditor Iswara N Raditya
\n\n\n \n yang tidak termasuk ketentuan tanam paksa adalah
GraafJohannes van den Bosch, pelopor kebijakan Cultuurstelsel. Cultuurstelsel (secara harfiah berarti Sistem Kultivasi atau secara kurang tepat diterjemahkan sebagai Sistem Budi Daya) yang oleh sejarawan Indonesia disebut sebagai Sistem Tanam Paksa adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 Sedulur pernah mendengar istilah tanam paksa? Tanam paksa merupakan salah satu aktivitas yang sangat populer ketika masa kemerdekaan Indonesia. Saat itu, pemerintah kolonial Belanda menggunakan sistem tanam paksa, untuk mendapatkan hasil melimpah dari perkebunan. Ironisnya, masyarakat pribumi yang ditugaskan menjalankan tanam paksa. Jadi apakah tanam paksa itu? Tanam paksa merupakan istilah populer di masa kolonial Belanda. Sistem tanam paksa merupakan sebuah sistem dan mengharuskan rakyat Indonesia menjalankan program penanaman tanaman ekspor. Dampak tanam paksa ini, membuat rakyat Indonesia kelaparan hingga menemui ajalnya. Agar semakin memahami apa latar belakang tanam paksa diadakan dan di manakah tanam paksa itu dilaksanakan, yuk simak dan pahami artikel selengkapnya di bawah ini Sedulur. BACA JUGA Kisah & Sejarah Pangeran Diponegoro dalam Melawan Penjajah Suara Mungkin banyak pihak bertanya-tanya, apakah tanam paksa itu dan kenapa hal ini mesti terjadi? Sebenarnya tanam paksa diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda tepatnya di tahun 1830. Fungsinya adalah menggenjot hasil pertanian tanaman ekspor. Di masa penjajahan Belanda istilah sistem tanam paksa dinamakan dengan cultuurstelsel. Cultuurstelsel adalah sistem tanaman menggunakan teknik culture system ataupun cultivation system. Namun dalam arti lain, cultuurstelsel adalah kewajiban masyarakat Jawa dalam menanam tanaman ekspor dan umumnya laku dijual di Benua Eropa. Masyarakat pribumi lalu mengartikan istilah kata cultuurstelsel sebagai kegiatan tanam paksa. Latar belakang tanam paksa Sejarah Hampir 350 tahun Indonesia dijajah oleh Belanda dan selama kurun waktu tersebut, masyarakat Indonesia mengalami penyiksaan dan kekejaman. Salah satu bentuk kekejaman kolonial Belanda adalah masyarakat pribumi diharuskan mengikuti kegiatan tanam paksa. Aktivitas menanam tanaman ekspor ini dinamakan dengan cultuurstelsel. Kondisi tersebut diperparah lagi dengan Belanda menghabiskan biaya banyak dalam peperangan di Eropa. Mulai dari perang kemerdekaan Belgia dan pemisahan antara Belgia dengan Belanda. Bahkan ketika perang melawan Pangeran Diponegoro, Belanda harus kehilangan biaya sebesar 20 juta golden. Diketahui perang melawan Pangeran Diponegoro, merupakan perang paling fenomenal perlawanan rakyat terhadap penjajah. Perang ini berlangsung dari mulai tahun 1825-1830 dan menjadi salah satu perang paling panjang melawan penjajahan. Siapa yang menerapkan tanam paksa ini yaitu Van den Bosch. Dia pun lantas mempopulerkan kata cultuurstelsel guna mengisi kas Belanda yang sempat kosong akibat peperangan. Sekaligus juga membayar utang-utang Belanda. Alhasil, Van den Bosch mendapat penghargaan dan dinobatkan sebagai Gubernur Jendral Hindia Belanda. BACA JUGA Perundingan Roem Royen Sejarah, Tokoh, Isi & Dampaknya Lokasi pelaksanaan sistem tanam paksa Kompas Tanam paksa merupakan aktitivitas menaman tanaman ekpor dan dibebankan oleh masyarakat pribumi khususnya Jawa. Tujuannya tidak lain adalah mengisi kas Belanda dan membayar utang-utang Belanda selama peperangan. Mungkin di antara kita bertanya-tanya, di manakah tanam paksa itu dilaksanakan? Sistem tanam paksa ini banyak dilaksanakan di Pulau Jawa. Tanaman yang ditanam oleh masyarakat pribumi mayoritas adalah tanaman ekspor dan salah satunya adalah tanaman tebu. Pemeritah kolonial lantas memberikan pinjaman kepada orang-orang baik masyarakat pribumi ataupun pengusaha agar membangun sebuah pabrik dan penggilingan tebu. Alhasil banyak pabrik-pabrik gula bermunculan di Indonesia. Mulai dari pabrik gula Gondang Winangoen di Klaten, Pabrik Gula Colomadu di Solo sampai dengan pabrik gula Madukismo. Beberapa bangunan itu berguna dalam mengolah dan menggiling hasil pertanian tanaman ekspor seperti tebu yang laku di pasaran Eropa. Ketentuan tanam paksa Koransulindo Dalam beberapa kesempatan, sistem tanam paksa menghadirkan sebuah ketentuan-ketentuan yang wajib Sedulur tahu. Lantas apa saja ketentuan tersebut, yuk simak dan pahami ulasan artikel di bawah ini Sedulur. Harus menyisihkan setidaknya sekitar 20 persen Setiap desa di Indonesia harus memajibkan setidaknya 20 persen tanahnya, dijadikan lahan komoditas pertanian. Komoditas pertanian tersebut adalah tanaman ekspor seperti kopi, teh, dan tarum. Tanam paksa tidak bayar pajak Ketentuan lain adalah saat sistem tanam paksa yaitu tanah dibebakan dari pajak. Sebab, hasil tanamannya itu sudah dianggap merupakan bagian pembayaran pajak. Jika gagal panen, maka pemerintah yang bertanggung jawab Ketentuan memberatkan lainnya adalah ketika tanah untuk tanam paksa mengalami situasi gagal panen, maka tanggung jawab sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah Belanda. Harus selesai dalam waktu tiga bulan Sistem tanam paksa merupakan kegiatan yang menyengsarakan masyarakat pribumi. Sebab, pekerja hanya diberikan waktu menyelesaikan sistem tanam paksa tanaman ekspor dalam kurun waktu tiga bulan saja. Apabila melebihinya, maka akan ada resiko kegagalan dan pemerintah Belanda akan mengalami kerugian cukup besar kembali. Dampak tanam paksa Kompas Melihat aktivitas sistem tanam paksa oleh pemerintah Belanda, kita tidak boleh langsung menyimpulkan ke arah negatif. Namun ada beberapa dampak yang cukup menguntungkan pihak Indonesia dan masyarakat Indonesia. Lantas apa saja dampak yang dirasakan, yuk simak dan pahami artikel di bawah ini. Dampak positif. Meski cukup menyengsarakan masyarakat pribumi, namun kegiatan ini justru membuat masyarakat Jawa menjadi lebih paham dengan teknik menanam aneka macam tanaman. Mereka mulai mengenal istilah tanaman dan tanaman apa yang pantas diekspor. Dampak negatif Beban masyarakat menjadi lebih berat, sebab mereka harus menyerahkan beberapa petak tanah kepada pihak Belanda. Rakyat menanggung kegagalan dalam proses panen dan mereka mengalami penyiksaan fisik dan mental secara tidak langsung. Demikian ulasan mengenai apakah tanam paksa itu dari mulai sejarah, latar belakang sampai dengan ketentuannya. Semoga penjelasan di atas dapat memberikan pemahaman sejarah untuk kita Sedulur. Mau belanja bulanan nggak pakai ribet? Aplikasi Super solusinya! Mulai dari sembako hingga kebutuhan rumah tangga tersedia lengkap. Selain harganya murah, Sedulur juga bisa merasakan kemudahan belanja lewat handphone. Nggak perlu keluar rumah, belanjaan pun langsung diantar. Yuk, unduh aplikasinya di sini sekarang! Bagi Sedulur yang punya toko kelontong atau warung, bisa juga lho belanja grosir atau kulakan lewat Aplikasi Super. Harga dijamin lebih murah dan bikin untung makin melimpah. Langsung restok isi tokomu di sini aja! TujuanTanam Paksa. Secara ringkas, berikut tujuan tanam paksa yang diberlakukan oleh Van den Bosch pada rakyat Indonesia: Mengisi kembali kas negara Belanda yang kosong karena pengeluaran negara yang sangat banyak saat Perang Jawa. Membantu menyediakan dana untuk membayar utang negara yang sangat besar akibat peperangan. - Selama masa pemerintahannya 1816-1942, pemerintah Belanda menerapkan berbagai kebijakan, salah satunya tanam paksa untuk mengekploitasi sumber daya alam dan manusia di Indonesia. Sistem tersebut mulai berlaku pada 1830, di bawah pimpinan Gubernur Jenderal, Johannes van den tanam paksa ini memaksa para petani pribumi untuk menanam komoditas ekspor dengan suka rela. Dalam pelaksanaanya, sistem tanam paksa ditulis dalam Stadsblad atau lembaran negara tahun 1834 No 22. Namun, dalam pelaksanaanya terjadi penyimpangan sistem tanan paksa yang dilakukan pemerintah Belanda. Baca juga Dampak Tanam Paksa bagi Rakyat IndonesiaBerdasarkan buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 2005 karya Ricklefs, penyimpangan sistem tanam paksa yang terjadi di antaranya Tanah petani yang ditanami komoditas ekspor lebih dari 1/5 atau seperlima bagian. Hal ini agar pejabat residen dan kaum priayi mendapatkan bonus dari hasil prosenan tanaman. Tanah yang telah ditanami tanaman wajib dikenakan pajak oleh pejabat residen. Waktu tanam dari tanaman wajib, melebihi ketentuan yang seharusnya kurang dari 66 hari. Petani bertanggung jawab penuh atas kerugian akibat gagal panen. Sisa kelebihan panen dari jumlah pajak tidak dikembalikan kepada petani. Penyimpangan pembagian tanah Sartono Kartodirjo dan Djoko Suryo dalam bukunya Sejarah Perkebunan di Indonesia Kajian Sosial Ekonomi 1991, menjelaskan penyimpangan tanam paksa pada pembagian tanah. Bagian tanah yang diminta untuk ditanami tanaman ekspor melebihi dari seperlima bagian sepertui yang ditentutakan. Misalnya sampai sepertiga atau setengah bagian, bahkan sering seluruh tanah menjadi tanaman ekspor. Baca juga Di Manakah Tanam Paksa Dilaksanakan? Pembayaran setoran hasil tanaman banyak yang tidak ditepati menurut jumlah yang diserahkan. Pengerahan tenaga kerja perkebunan ke tempat-tempat yang jauh dari desa tempat tinggal penduduk juga tidak diberi upah sepadan. Bahkan banyak pekerja atau petani yang tidak hanya menanam dan memanen tanaman ekspor, tetapi juga kerja rodi di pabrik-pabrik tanpa tambahan upah. Beberapa contoh kasus penyimpangan terkait pengerahan tenaga kerja, yaitu Di Rembang sebanyak keluarga dipaksa untuk bekerja di lahan penanaman tanaman ekspor selama delapan bulan, dengan upah rendah, yaitu toga duit sehari. Sejumlah penduduk Priangan dikerahkan untuk penanaman nila atau indigo di lokasi yang jaraknya jauh dengan tempat tinggal selama tujuh bulan tanpa upah tambahan. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. ISTORIAVolume VIII Nomor 1 September 2010 A. Pendahuluan yang tradisional istilah itu diganti Selepas Syarikat Hindia Timur menjadi "Tanam Paksa" yang

Mahasiswa/Alumni Universitas PGRI Yogyakarta22 Desember 2021 0644Hai! Terima kasih sudah bertanya di Roboguru. Kakak bantu jawab ya. Jawaban soal di atas adalah pilihan C. Yuk! Simak pembahasan berikut. Cultuurstelsel yang oleh sejarawan Indonesia disebut sebagai Sistem Tanam Paksa adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanami komoditas ekspor, khususnya kopi, tebu, teh, dan lain sebagainnya. Dalam aturan pelaksanaannya terdapat lima aturan pokok yaitu. -Setiap penduduk wajib menyerahkan seperlima dari lahan garapannya untuk ditanami tanaman wajib yang berkualitas ekspor. -Tanah yang disediakan untuk tanah wajib dibebaskan dari pembayaran pajak tanah. -Hasil panen tanaman wajib harus diserahkan kepada pemerintah kolonial. Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak yang harus dibayarkan kembali kepada rakyat. -Tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menggarap tanaman wajib tidak boleh melebihi tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menanam padi atau kurang lebih 3 bulan. -Mereka yang tidak memiliki tanah, wajib bekerja selama 66 hari atau seperlima tahun di perkebunan pemerintah. -Jika terjadi kerusakan atau kegagalan panen menjadi tanggung jawab pemerintah jika bukan akibat kesalahan petani. -Pelaksanaan tanam paksa diserahkan sepenuhnya kepada kepala desa. Oleh karena itu, maka jawabannya adalah pilihan C. Terima kasih sudah bertanya dan menggunakan Roboguru. Semoga membantu ya

PENERAPANSISTEM TANAM PAKSA A. Ketentuan-Ketentuan Tanam Paksa Tanam paksa atau cultuur stelsel adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch yang mewajibkan setiap desa harus menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor khususnya kopi, tebu, nila.
Jakarta - Pada tahun 1830 kondisi ekonomi di negeri Belanda sangat buruk, beban hutang juga semakin besar. Untuk menyelamatkannya, maka Van den Bosch diangkat sebagai Gubernur Jenderal di Indonesia dengan tugas mencari cara untuk mengisi kekosongan kas negara Van den Bosch mengerahkan tenaga rakyat tanah jajahan untuk melakukan penanaman yang hasil-hasilnya dapat dijual di pasaran dunia. Hal tersebut dinamakan sistem tanam paksa atau Cultur diciptakannya sistem tanam paksa adalah menutup defisit keuangan negeri Belanda. Dikutip dari Buku Siswa Ilmu Pengetahuan Sosial SMP/MTS Kelas 8 yang ditulis Nurhayati, ketentuan sistem tanam kerja sama pada lembaran negara nomor 22 tahun 1834 ternyata dilanggar dalam yang tertuang dalam perjanjian adalah tanah yang digunakan untuk cultur stelsel seperlima sawah. Namun dalam praktiknya dijumpai lebih dari seperlima tanah, yaitu sepertiga dan bahkan setengah dari sawah milik itu, tanah petani yang dipilih hanya tanah yang subur, sedangkan rakyat hanya mendapat tanah yang tidak subur. Tanah yang digunakan untuk penanaman tetap saja dikenakan pajak sehingga tidak sesuai dengan banyaknya penyimpangan yang dilakukan, seperti yang disebutkan di atas, adapun beberapa tokoh yang menentang sistem tanam kerja paksa, mengutip dari buku Seri IPS Sejarah SMP Kelas VIII oleh Drs. Prawoto, yaitu1. Eduard Douwes Dekker 1820-1887Ia adalah mantan asisten residen di Lebak Banten sehingga sangat mengetahui penyelewengan yang dilakukan oleh para pejabat pemerintah di bawah sistem tanam paksa. Ia mengarang sebuah buku yang berjudul Max Havelaar lelang kopi perdagangan Belanda dan terbit pada tahun 1860. Dalam buku tersebut, ia melukiskan penderitaan rakyat di Indonesia akibat pelaksanaan sistem tanam Fransen van der Putte 1822-1902Ia menunjukkan sikapnya terhadap kebijakan tanam paksa dalam bukunya berjudul Sulker Constracten, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti "Kontrak Gula." Ia bersama dengan Douwes Dekker merupakan tokoh penentang tanam paksa dari golongan Baron van Hoevell 1812-1870Ia adalah seorang pendeta Belanda yang menuntut pemerintah pusat dan gubernur jendral agar memperhatikan nasib dan kepentingan van Hoevell bersama Fransen van de Putte menentang sistem tanam paksa. Kedua tokoh itu juga berjuang keras menghapuskan sistem tanam paksa melalui parlemen Golongan pengusahaGolongan pengusaha menghendaki kebebasan berusaha, dengan alasan bahwa sistem tanam paksa tidak sesuai dengan ekonomi liberal. Akibat reaksi dari orang-orang Belanda yang didukung oleh kaum liberal mulai tahun 1865 sistem tanam paksa itulah tokoh-tokoh yang menentang sistem tanam paksa pada masa pemerintahan Belanda. Semoga menambah pemahaman detikers tentang sejarah Indonesia, ya. Simak Video "Singgah ke Tugu VOC, Peninggalan Belanda di Halmahera" [GambasVideo 20detik] row/row
Faktorutama diberlakukannya sistem tanam paksa di Indonesia adalah adanya kesulitan keuangan yang dialami oleh Pemerintah Belanda. Pengeluaran Belanda digunakan untuk membiayai keperluan militer sebagai akibat Perang Belgia pada tahun 1830 di Negeri Belanda dan Perang Jawa atau Perang Diponegoro (1825-1830) di Indonesia.Perang Belgia berakhir dengan kemerdekaan Belgia (memisahkan diri dari Tanam Paksa merupakan nama lain dari kebijakan cultuurstelsel sistem budidaya yang dicetuskan van den Bosch, kebijakan ini pada intinya mengharuskan petani pribumi menyisihkan sebagian tanah, tenaga, dan kemudian hasil panennya kepada negara. Berikut ketentuan dari cultuurstelsel Petani menyerahkan 1/5 bagian tanahnya, untuk ditanami tanaman ekspor. Petani memberikan tenaganya untuk mengerjakan tanaman ekspor milik pemerintah kolonial, tapi jam kerjanya tidak boleh melebihi pekerjaan utama petani, yaitu menanam padi. Tanah yang ditanami tanaman ekspor pesanan pemerintah kolonial, akan dibebaskan dari pajak. Kegagalan panen ditanggung oleh pemerintah kolonial. Pengerjaan tanaman akan diawasii oleh pejabat lokal. Meskipun kebijakan ini, secara aturan tertulisnya, tidak terlihat memperbudak masyarakat pribumi, namun sering terjadi penyimpangan di lapangan yang menyengsarakan masyarakat pribumi, oleh karenanya kebijakan ini kemudian juga disebut sebagai Tanam Paksa. Jadi, jawaban yang tepat adalah B.
IRAN: Pemerkosaan adalah ilegal dan dikenakan hukuman yang ketat, termasuk kematian, tetapi tetap menjadi masalah. Undang-undang mempertimbangkan seks dalam pernikahan berdasarkan definisi (The Penal Code pasal 221) dan oleh karena itu, tidak membahas pemerkosaan dalam pernikahan, termasuk dalam kasus pernikahan paksa.
Oleh Yopi Nadia, Guru SDN 106/IX Muaro Sebapo, Muaro Jambi, Jambi - Belanda memperkenalkan sistem tanam paksa atau cultuur stelsel pada masa kepemimpinan Johannes Van Den Bosch. Sistem tanam paksa adalah sistem yang mengharuskan rakyat melaksanakan proyek penanaman tanaman ekspor di bawah paksaan pemerintah Kolonial Belanda. Sistem tanam paksa pertama kali diperkenalkan di Jawa dan dikembangkan di daerah-daerah lain di luar Pulau Jawa. Di Sumatera Barat, sistem tanam paksa dimulai sejak tahun 1847. Saat itu, penduduk yang telah lama menanam kopi secara bebas dipaksa menyerahkan hasilnya kepada pemerintah yang serupa juga diterapkan di tempat lain seperti Minahasa, Lampung, dan Palembang. Baca juga Cultuurstelsel, Sistem Tanam Paksa yang Sengsarakan Rakyat Pribumi Latar belakang sistem tanam paksa Sistem tanam paksa oleh pemerintah kolonial Belanda dilatarbelakangi oleh sejumlah peristiwa berikut Belanda menghabiskan biaya yang besar karena terlibat dalam peperangan di masa kejayaan Napoleon Bonaparte di Eropa. Terjadinya perang kemerdekaan Belgia yang diakhiri dengan pemisahan Belgia dari Belanda pada tahun 1830. Belanda menghabiskan biaya hingga sekitar 20 juta gulden untuk menghadapi perang Diponegoro. Perang Diponegoro adalah perlawanan rakyat jajahan termahal bagi Belanda. Kas Negara Belanda kosong dan utang yang ditanggung Belanda cukup banyak Pemasukan uang dari penanaman kopi tidak mencukupi Kegagalan upaya mempraktikkan gagasan liberal dalam mengeksploitasi tanah jajahan agar memberikan keuntungan yang besar bagi Belanda. Atran-aturan sistem tanam paksa Leiden University Libraries KITLV 12204 Sejumlah literatur mencatat jumlah perkebunan meningkat di Priangan setelah kereta api hadir sebagai moda transportasi. Pada tahun 1902 di seluruh Hindia Belanda terdapat lebih kurang 100 perkebunan teh; 81 di antaranya terletak di Jawa Barat. Beberapa aturan dibuat dalam melaksanakan sistem tanam paksa. Aturan sistem tanam paksa, yaitu Persetujuan-persetujuan akan diadakan dengan penduduk agar mereka menyediakan sebagian dari tanahnya untuk penanaman tanaman ekspor yang dapat dijual di pasar Eropa. Tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan tersebut tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa. Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman tersebut tidak boleh melebihi pekerjaan untuk menanam tanaman padi. Tanah yang disediakan penduduk tersebut bebas dari pajak tanah Hasil tanaman diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Jika harganya ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, kelebihan tersebut diberikan kepada penduduk. Kegagalan panen yang bukan karena kesalahan petani akan menjadi tanggungan pemerintah. Bagi yang tidak memiliki tanah akan dipekerjakan pada perkebunan atau pabrik-pabrik milik pemerintah selama 65 hari setiap tahun. Pelaksanaan tanam paksa diserahkan kepada pemimpin-pemimpin pribumi. Pegawai-pegawai Eropa hanya bertindak sebagai pengawas secara umum. Baca juga Palaksanaan Tanam Paksa di Indonesia Penyimpangan sistem tanam paksa Dalam pelaksanaan sistem tanam paksa di Indonesia, ternyata banyak terjadi penyimpangannya. Brikut beberapa penyimpangan yang dilalukan Kolonial Belanda, yaitu
yang tidak termasuk ketentuan tanam paksa adalah
Padamulanya, sistem tanam paksa dapat diterapkan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda yang beranggapan bahwa desa yang ada di wilayah pulau Jawa tersebut mempunyai sebuah hutang sewa tanah kepada pemerintah kolonial Belanda sehingga penduduk desa diwajibkan untuk dapat membayarkan biaya sewa 40% dari hasil panen yang ada pada desa tersebut.
Kembali ke masa-masa kependudukan Belanda di Indonesia, tepatnya sebelum tahun 1908, ada beberapa peristiwa penting yang terjadi. Salah satunya adalah berdirinya VOC, yang lantas melahirkan’ banyak kebijakan dalam pemerintahannya. Diantara kebijakan-kebijakan tersebut, dikenallah apa yang dinamakan tanam paksa. Apa ini? Kebijakan tanam paksa, atau disebut juga dengan Culturstelsel adalah kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 dengan tujuan untuk mengeruk kekayaan alam Indonesia> Melalui kebijakan ini, pemerintah Belanda mewajibkan rakyat menanami 1/5 dari tanahnya untuk kemudian menyerahkan hasil ladang kepada Belanda. Penyimpangan sistem tanam paksa adalah semakin bertambahnya penggunaan lahan sampai mencapai 1/2 bagian ladang. Selain itu, tanah yang awalnya digarap petani pribumi dan telah dibebaskan dari pajak pada pelaksanaannya tetap saja dikenai pajak sewa tanah. Hasil penjualan tanaman-tanaman tersebut juga harus diserahkan kepada Belanda. Jika rakyat tidak memiliki lahan, maka mereka dapat menggantinya dengan berkontribusi dalam pengangkutan hasil-hasil kebun atau pabrik selama kurang lebih 66 hari. Kenyataan pahit lainnya, kerugian panen yang sejatinya akan ditanggung oleh Belanda, nyatanya tidak terjadi. Petani yang mengalami gagal panen harus menanggung sendiri semua kerugiannya. Semua pekerjaan pun diawasi oleh pengawas dari pribumi sedangkan para petinggi dari Belanda hanya mengawasi pekerjaan secara umum. Baca juga Kondisi Bangsa Indonesia Sebelum Tahun 1908 Sejarah Berdirinya VOC Tanam paksa boleh dibilang merupakan era paling eksploitatif dalam praktik ekonomi Hindia Belanda di Indonesia. Sistem ini bahkan jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada zaman VOC wajib menjual komoditas tertentu pada VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan kolonialis liberal Hindia Belanda pada 1835 hingga 1940. Dampak Kebijakan Tanam Paksa Dampak tanam paksa bagi Belanda tanam paksa adalah meningkatkan hasil tanaman ekspor yang dapat mengembalikan kejayaan dan kestabilan keuangan mereka yang sempat krisis akibat peperangan. Sedangkan bagi Indonesia sendiri, tanam paksa merupakan suatu penyiksaan yang menyebabkan rakyat menjadi semakin miskin dan mengalami penderitaan secara fisik maupun mental. Selain itu, rakyat Indonesia juga semakin tersiksa karena pajak yang harus ditanggung menjadi semakin banyak. Karena keterbatasan sarana dan prasarana dalam mengolah tanah, para petani dari Indonesia sering mengalami gagal panen yang berdampak kepada kelaparan dan bahkan kematian. Akibat sistem yang memakmurkan dan menyejahterakan negeri Belanda ini, Van den Bosch selaku penggagas dianugerahi gelar Graaf oleh raja Belanda, pada 25 Desember 1839. Cultuurstelsel sendiri kemudian dihentikan setelah muncul berbagai kritik dengan dikeluarkannya UU Agraria 1870 dan UU Gula 1870, yang mengawali era liberalisasi ekonomi dalam sejarah penjajahan Indonesia. Please follow and like us Kelas Pintar adalah salah satu partner Kemendikbud yang menyediakan sistem pendukung edukasi di era digital yang menggunakan teknologi terkini untuk membantu murid dan guru dalam menciptakan praktik belajar mengajar terbaik. Related TopicsBelandaCulturstelselKebijakan Tanam PaksaKelas 8PancasilaPendidikanPengertian Tanam PaksaSistem Tanam PaksaTanam PaksaVan den BoschVOC You May Also Like

NichGAN sejarah tanam paksa yang di lakukan penjajah di negeri kita tercinta Berdasarkan Konvensi London tahun 1814, pemerintah Belanda berkuasa kembali atas wilayah Indonesia meskipun kondisi ekonomi negara Belanda masih sangat lemah karena kas keuangannya dalam keadaan kosong. Lemahnya perekonomian pemerintah Belanda pada saat itu disebabkan oleh banyaknya utang negara Belanda terhadap luar neg

Jakarta - Cultuurstelsel itu apa, sih? Cultuurstelsel adalah kebijakan sistem tanam paksa yang terjadi pada masa pemerintah kolonial Hindia Belanda di bawah Gubernur Jenderal Johannes Van den Bosch 1830-1833.Secara garis besar, cultuurstelsel dilakukan dengan cara memaksa para petani untuk memberikan tanah mereka dan menanam tanaman ekspor yang laku di pasar tanam paksa ini membawa keuntungan besar di negara Belanda. Sebaliknya bagi petani di Jawa, sistem ini membuat masyarakat menderita. Waktu dan energi masyarakat terkuras untuk mengurus tanah milik pemerintah Belakang dan Tujuan CultuurstelselSebelum diberlakukan kebijakan cultuurstelsel, pemerintah kolonial di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles telah menetapkan kebijakan landrente atau sistem sewa tanah. Kebijakan ini ditempuh saat Inggris menguasai Hindia Belanda pada kebijakan ini dianggap gagal memenuhi kebutuhan keuangan pemerintah kolonial saat Hindia Belanda kembali ke Belanda. Ditambah lagi, pada 1825-1830 terjadi perang Diponegoro yang menyebabkan pemerintah Hindia Belanda mengalami defisit keuangan karena pengeluaran tidak sebanding dengan itu, berdasarkan penelitian bertajuk 'Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa di Jawa pada Tahun 1830-1870" yang dilakukan Agnes Dian Anggraini dari Fakultas Sastra Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, hutang Belanda semakin bertambah akibat perang-perang Napoleon dan kegagalan Belanda merebut kembali dari itu, untuk mengatasi krisis keuangan pihak Belanda, Johannes Van den Bosch mengajukan gagasan cultuurstelsel kepada Raja Wilem I dan mendapat persetujuan. Dengan demikian, cultuurstelsel dilakukan dengan tujuan utama mengatasi krisis keuangan dan mengisi kekosongan kas negara pihak CultuurstelselJohannes Van den Bosch membuat kebijakan untuk meminta para petani menanam tanaman ekspor, seperti tebu, tembakau, kopi, dan nila di seperlima bagian dari tanah milik petani tidak memiliki tanah, mereka harus bekerja tanpa upah di perkebunan negara selama 66 hari dalam ini adalah beberapa ketentuan cultuurstelsel atau sistem tanam paksa yang dimuat dalam Lembaran Negara Staatsblad Tahun 1834 Penduduk menyediakan Sebagian dari tanahnya untuk pelaksanaan cultuurstelsel atau sistem tanam paksa2. Tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk pelaksanaan cultuurstelsel tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa3. Waktu dan pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman cultuurstelsel tidak boleh melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi4. Tanah yang disediakan untuk tanaman cultuurstelsel dibebaskan dari pembayaran pajak tanah5. Hasil tanaman yang terkait dengan pelaksanaan cultuurstelsel wajib diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Jika harga atau nilai hasil tanaman ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayarkan oleh rakyat, kelebihannya akan dikembalikan kepada rakyat6. Kegagalan panen yang bukan disebabkan oleh kesalahan petani, menjadi tanggungan pemerintah7. Penduduk desa yang bekerja di tanah-tanah untuk pelaksanaan cultuurstelsel berada di bawah pengawasan langsung para penguasa pribumi, sedangkan pegawai-pegawai Eropa melakukan pengawasan secara umum8. Penduduk yang bukan petani, diwajibkan bekerja di perkebunan atau pabrik-pabrik milik pemerintah selama 65 hari dalam satu tahunCiri Utama Cultuurstelsel atau Sistem Tanam PaksaKebijakan eksploitasi dari pemerintah kolonial Hindia Belanda ini memiliki ciri yakni kewajiban rakyat Jawa untuk membayar pajak mereka dalam bentuk barang, yakni hasil-hasil pertanian dan bukan dalam bentuk kolonial mengharapkan dengan pungutan pajak dalam bentuk natura ini tanaman dagang dapat dikirim ke negeri Belanda untuk dijual pada pembeli dari Eropa, dengan keuntungan yang CultuurstelselBerdasarkan kebijakan di atas, kebijakan yang dibuat terlihat tidak memberatkan rakyat kan detikers? Namun, dalam praktik cultuurstelsel terjadi penyimpangan dari kebijakan-kebijakan tersebut. Ini dia beberapa Pelaksanaan sistem tanam paksa memakai seluruh bagian tanah petani2. Petani tetap dikenakan pajak atas tanah yang digunakan untuk menanam tanaman ekspor3. Pengembalian kelebihan hasil sangat sedikit, tidak sebanding dengan kelebihan yang seharusnya4. Tenaga sukarela ternyata dilaksanakan secara paksa dan melebihi waktu yang sudah ditetapkan dan tak jarang mereka bekerja jauh dari tempat tinggalnya sehingga tidak sempat menanam padi untuk kebutuhanDengan adanya penyimpangan dalam pelaksanaannya, cultuurstelsel atau sistem tanam paksa ini menimbulkan berbagai dampak kerugian bagi masyarakat Hindia Belanda yang kini dikenal dengan nama harus menanggung kebutuhan hidup pemerintah Belanda. Masyarakat tidak hanya mengorbankan harta tapi juga tenaga. Masa itu dinilai sebagai salah satu periode terkelam di sejarah Indonesia, itu dia penjelasan mengenai cultuurstelsel. Simak Video "Google Sediakan 11 Ribu Beasiswa Pelatihan untuk Bangun Talenta Digital" [GambasVideo 20detik] pal/pal

Secararinci ketentuan-ketentuan tanam paksa sesuai yang termuat pada lembaran Negara (Sttatsblad) Tahun 1834 No. 22 adalah sebagai berikut: Kedua, tanah hutan pegunungan dan lainnya yang tidak termasuk tanah penduduk pribumi dinyatakan sebagai tanah milik pemerintah. Nila, teh, kayu manis dihapuskan pada tahun 1865, tembakau tahun 1866

- Apa itu sistem tanam paksa? Untuk menjawab pertanyaan itu, simak penjelasan sistem tanam paksa dalam artikel ini. Selama masa pemerintahannya 1916-1942, pemerintah Hindia Belanda telah menerapkan berbagai kebijakan. Satu dari beberapa kebijakan yang paling membekas di hati rakyat Indonesia yakni sistem tanam paksa. Akibat sistem tanam paksa ini, rakyat Indonesia sangat menderita, bahkan di beberapa kota terjadi kematian yang disebabkan kelaparan. Baca juga Pengertian Interval Harmonis dan Melodis Lengkap dengan Ciri-ciri Bunyi Interval Baca juga Pengertian Pubertas Lengkap dengan Ciri-ciri Laki-laki dan Perempuan di Masa Puber Sistem ini sebenarnya bernama Cultuurstelsel yang secara harfiah berarti Sistem Kultivasi. Oleh sejarawan Indonesia, Cultuurstelsel disebut sebagai Sistem Tanam Paksa. Sistem tanam paksa adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Johannes van den Bosch pada tahun 1830. Peraturan ini mewajibkan seluruh penduduk yang menanam kopi, tebu, teh, tarum dan tanaman komoditas ekspor lainnya untuk diserahkan kepada pemerintah kolonial. Dikutip dari Buku Tematik Tema 7 Kelas 5, pada masa kepemimpinan Johanes Van Den Bosch, Belanda memperkenalkan sistem tanam paksa. Sistem tanam paksa pertama kali diperkenalkan di Jawa dan dikembangkan di daerah-daerah lain di luar Jawa. Sejak tahun 1847, sistem ini sudah ada di Sumatera Barat. Saat itu, penduduk yang telah lama menanam kopi secara bebas dipaksa menanam kopi untuk diserahkan kepada pemerintah kolonial. Sistem yang hampir sama juga dilaksanakan di tempat lain seperti Minahasa, Lampung, dan Palembang.
Namunpada kenyataannya peraturan Sistem Tanam Paksa (Tanam Paksa) bisa dikatakan tidak sesuai karena pada prakteknya seluruh wilayah pertanian wajib ditanami tanaman yang laku ekspor dan hasilnya diserahkan kepada pemerintahan Kolonial. Tanah yang digunakan untuk praktik Tanam Paksa pun masih dikenakan pajak (seharusnya bebas pajak).
403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID XbtamUk8KgGGTDGxFmcNGyrx0F1-3wEh0KLOErgaQ68dViQIuJq-0Q==

9 Yang tidak termasuk ketentuan Tanam Paksa adalah. a. 1/5 tanah harus ditanami tanaman eksport; b. tanaman wajib tetap ditarik pajak; c. hasil garapan diserahkan pada pemerintah; d. kegagalan panen menjadi tanggungan pemerintah; 10. Salah satu peninggalan Daendels yang masih bisa dirasakan manfaatnya sampai sekarang adalah.

Tanam Paksa – Pengertian, Tujuan, Latar Belakang & Van den Bosch– – Tanam Paksa Cultuurstelsel ialah suatu sistem yang bertujuan dan bermanfaat bagi belanda. Tanam paksa merupakan peraturan mempekerjakan seseorang dengan paksa yang sangat merugikan pekerja dan tampa diberi gaji dan tampa istirahat. Sistem tanam paksa telah menjadi sejarah bagi rakyat Indonesia. Jalannya Sistem Tanam Paksa Gubernur Jendral Van den Bosch memberlakukan sistem ini dengan mengambil pelajaran dari sistem pajak tanah yang gagal pada era sebelumnya oleh Raffles, dari sistem pajak tanah yang tidak mampu membuat para penduduk pribumi meningkatkan tanaman ekspor maka Gubernur Jendral Van den Bosch mecoba untuk meningkatkan hasil tanaman ekspor dengan mengadakan kerjasama dengan para Bupati dan pejabat daerah yang dekat dengan rakyat. Artinya sistem feodal di pedesaan harus dimanfaatkan agar para petani mampu menghasilkan tanaman ekspor yang banyak, untuk itulah Gubernur Jendral Van den Bosch mencoba untuk mengadakan kerjasama dengan para pegawai pemerintahan yang dekat dengan petani. Sistem tanam paksa ini bisa dikatakan sebagai bentuk pembaharuan dari sistem pajak tanah yang pernah dilakukan oleh VOC selama dua abad, mengapa seperti itu? Hal ini dikarenakan para penduduk pribumi juga dikenakan pajak oleh Gubernur Jendral Van den Bosch, yang mana pajak yang dikenakan bukan berupa uang melainkan berupa tanaman ekspor yang telah mereka tanam. Pajak berupa hasil pertanian mereka ini juga menjadi ciri dari sistem tanam paksa yang dilakukan oleh Jendral Van den Bosch, hasil dari pajak-pajak tersebut kemudian dikirim ke negeri Belanda untuk dijual kepada pembeli dari Amerika dan Eropa dengan harga yang dapat menguntungkan Belanda. Sistem pajak tanah yang berlangsung selama tahun 1810-1830, penanaman dan penyerahan wajib telah dihapuskan kecuali daerah Parahyangan dan Jawa Barat. Namun didaerah Parahyangan para penduduk pribumi diwajibkan menanam kopi dan pajak yang diserahkan kepada pihak Belanda harus berupa kopi yang telah ditanam oleh penduduk pribumi, sedangkan untuk tanaman yang lainnya tidak terdapat wajib pajak. Namun pajak yang menjadi beban petani kepada bupati tidaklah termasuk dalam pembebesan pajak oleh pemerintah kolonial Belanda, hal ini dilakukan karena dalam masyarakat terdapat beberapa pajak yaitu pajak yang diberikan kepada pemerintah kolonial Belanda dan pajak yang diserahkan kepada Bupati ataupun pihak pemerintah yang terdapat di daerah-daerah. Sistem pajak tanah dengan memberikan hasil pertanian ini dianggap akan berhasil oleh Jendral Van den Bosch, karena Jendral Van den Bosch berpendapat bahwa pajak tanah yang diterapkan pada era sebelumnya sangat menyiksa petani. Hal ini dikarenakan petani harus membayar pajak tanah hampir setengah dari penghasilan mereka dalam bertani, sehingga sistem pajak tanah yang diterapkan oleh Jendral Van den Bosch ini tergolong pajak yang menguntungkan rakyat. Baca Juga Sejarah Terbentuknya PBB Menurut Para Ahli Van den Bosch menyusun program yang termuat pada lembaran negara Staatsblad Tahun 1834 sebagai berikut Persetujuan-persetujuan akan diadakan dengan penduduk agar mereka menyediakan sebagian tanah milik mereka untuk penanaman tanaman dagangan yang dapat dijual dipasar Eropa. Bagian tanah tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan ini tidak boleh melebihi seperlima tanah pertanian yang dimiliki oleh penduduk di desa. Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman dagang tidak boleh melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi. Bagian tanah yang disediakan untuk menanam tanaman dagangan dibebaskan dari pembayaran pajak tanah. Tanaman dagang yang dihasilkan di tanah-tanah yang disediakan wajib diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda jika nilai hasil-hasil tanaman dagangan yang ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, selisih profitnya harus diserahkan kepada rakyat. Panen tanaman dagangan yang gagal harus dibebankan kepada pemerintah, sedikit-dikitnya jika kegagalan ini tidak disebabkan oleh kurang rajin atau ketekunan dari pihak rakyat. Penduduk desa mengerjakan tanah-tanah mereka dibawah pengawasan kepala-kepala mereka, sedangkan pegawai-pegawai Eropa hanya membatasi diri pada pengawasan apakah membajak tanah, panen, dan pengangkutan tanaman-tanaman berjalan dengan baik dan tepat pada waktunya. Pelaksanaan Tanam Paksa pada dasarnya melibatkan berbagai unsur pokok, antara lain yaitu birokrasi pemerintahan Barat, para kepala-kepala pribumi, organisasi desa, tanah pertanian rakyat, tenaga kerja rakyat, pengusaha dan modal swasta Barat. Ketentuan-ketentuan tersebut memang kelihatan tidak terlampau menekan rakyat, namun didalam praktiknya seringkali menyimpang, karena tujuan Tanam Paksa adalah menguras kekayaan bangsa Indonesia melalui bidang pertanian dengan cara memaksa rakyat untuk menanam tanaman tertentu lada, teh, tembakau, tebu, dan kopi yang sangat laku dipasaran Eropa. Penyimpangan-penyimpangan tersebut antara lain sebagai berikut Perjanjian tersebut seharusnya dilakukan dengan suka rela, tetapi dalam pelaksanaannya dilakukan dengan cara-cara paksaan. Pemerintah kolonial memanfaatkan para bupati dan kepala-kepala desa untuk memaksa rakyat agar menyerahkan tanah mereka. Luas tanah yang disediakan penduduk lebih dari seperlima tanah mereka. Seringkali tanah tersebut sepertiga, bahkan semua tanah desa digunakan untuk tanam paksa. Hal itu dimaksudkan antara lain untuk memudahkan pengerjaan, pengairan, dan pengawasan, pembagian luas tanah untuk tanam paksa dalam tahun 1883. Pengerjaan tanaman ekspor seringkali jauh melebihi pengerjaan tanaman padi, misalnya penanaman nila di daerah Parahyangan, penduduk di daerah Simpur, misalnya dikerahkan untuk menggarap perkebunan yang letaknya jauh dari desa mereka. Pengerahan tenaga tersebut dilakukan selama tujuh bulan dan mereka tidak terurus, sedangkan pertanian mereka sendiri terbengkelai. Pajak tanah masih dikenakan pada tanah yang digunakan untuk proyek tanam paksa Kelebihan hasil panen setelah diperhitungkan dengan pajak tidak dikembalikan kepada petani. Kegagalan panen menjadi tanggung jawab petani. Buruh yang seharusnya dibayar oleh pemerintah dijadikan tenaga paksaan, seperti yang terjadi di Rembang, Jawa Tengah. Sebanyak keluarga selama 8 bulan setiap tahun diharuskan mengerjakan tanaman dagang dengan upah yang sangat kecil. Selain itu, rakyat harus menyerahkan balok, bambu, dan kayu untuk pembuatan bangunan yang akan digunakan untuk tanaman tembakau. Baca Juga Zaman Mesolitikum Guna menjamin agar para bupati dan kepala desa menunaikan tugasnya dengan baik, pemerintah kolonil memberikan perangsang yang disebut CultuurProcenten disamping penghasilan tetap. Cultuur Procenten adalah bonus dalam prosentase tertentu yang diberikan kepada para pegawai Belanda, para Bupati, dan kepala desa apabila hasil produksi di suatu wilayah mencapai atau melampaui target yang dibebankan. Cara-cara itu menimbulkan banyak penyelewengan, baik dalam merekrut jumlah tenaga kerja maupun dalam memaksa penduduk untuk menanami tanah yang luasnya melampaui ketentuan. Dalam hal ini pemerintah kolonial bersikap tutup mata selama hal itu menguntungkan kas negara, akan tetapi penyelewengan tersebut membuat rakyat jelata menjadi sengsara. Akan tetapi selama dua puluh tahun pertama dari pelaksanaan sistem Tanam Paksa, yaitu tahun 1830-1850 beban berat yang harus ditanggung oleh rakyat adalah kerja paksa. Pemerintah kolonial mengerahkan tenaga rakyat untuk pembangunan dan pemeliharaan fasilitas umum, antara lain jalan raya, jembatan, dan waduk. Di samping itu, rakyat juga dikerahkan antara lain dalam pembangunan dan pemeliharaan rumah-rumah pegawai kolonial, mengantar surat dan barang serta menjaga gudang. Akan tetapi, yang paling berat bagi rakyat adalah pembangunan. Dampak dan pengaruh yang disebabkan tanam paksa Pembagian tanaman yang wajib ditanam oleh para petani Indonesia, yaitu tanaman musiman dan tanaman tahunan. Tanaman musiman meliputi gula, nila, dan tembakau, sedangkan tanaman tahunan meliputi lada, kopi, teh, dan karet. Pembagian dilakukan karena tanaman musiman dapat berseling dengan tanaman padi untuk kehidupan rakyat, sedangkan untuk tanaman tahunan tidak dapat berotasi dengan tanaman padi sehingga para petani bisa dibilang rugi. Bahwa tanaman wajib ditanam oleh petani adalah gula dan kopi, dari kedua tanaman ini salah satunya merupakan jenis tanaman tahunan yang mana tidak dapat diselingi dengan tanaman padi sehingga merugikan petani. Selain itu jika dilihat dari tanah yang digunakan untuk penanaman tebu memerlukan tanah yang diirgasi sama dengan padi, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwasannya petani diharuskan merelakan sawah mereka untuk penanaman tebu. Selain itu masyarakat juga memiliki pekerjaan wajib, yaitu menanam, memanen, dan menyerahkan hasil pertanian mereka kepada Belanda. Baca Juga Dampak Pendudukan Jepang Di Indonesia Pelaksanaan Tanam Paksa membawa dampak sebagai berikut Bagi Belanda Meningkatnya hasil tanaman ekspor dari negeri jajahan dan dijual Belanda di pasaran Eropa. Di samping tiga tanaman pokok seperti yang telah disebutkan di atas, pemerintah kolonial juga menerapkan penanaman tembakau dan teh secara paksa. Akan tetapi hasilnya tidak sesukses ketiga jenis tanaman pokok. Oleh karena itu, kedua tanaman itu kemudian dihapuskan dari jenis tanaman paksa. Perusahaan pelayaran Belanda yang semula kembang kempis, tetapi pada masa Tanam Paksa mendapat keuntungan besar. Pengangkutan hasil produksi tanaman dari Jawa ke Eropa semuanya diangkut oleh kapal-kapal milik atau dikontrak perusahaan Nederlandsche Handel Maatshappij NHM, yang didirikan tahun 1824, perusahaan ini kemudian tumbuh menjadi perusahaan raksasa sampai sekarang. Pabrik-pabrik gula yang semula diusahakan oleh kaum swasta Cina, kemudian dikembangkan oleh pengusaha Belanda karena keuntungannya besar. Belanda mendapatkan keuntungan Batiq Slot yang besar. Keuntungan Tanam Paksa pertama kali pada tahun 1834 sebesar 3 juta gulden. Pada tahun-tahun berikutnya rata-rata sekitar 12 sampai 18 juta gulden. Jadi dalam koron waktu 35 tahun diperoleh keuntungan £ gulden sehingga hutang-hutang Belanda dapat dilunasi, kelebihannya digunakan untuk keperluan lain. Bagi Indonesia Dampak tanam paksa bagi bangsa Indonesia sendiri sangat merugikan bangsa ,antara lain Kemiskinan dan penderitaan fisik dan mental yang berkepanjangan Beban pajak yang berat. Pertanian Khususnya padi banyak mengalami kegagalan panen di Cirebon 1832, sebagai akibat dari pemungutan pajak tambahan dalam bentuk beras, di Demak 1848, dan di Grobogan 1849-1850 sebagai akibat kegagalan panen. Penduduk ketiga daerah tersebut rakyatnya mengalami kelaparan yang menelan korban jiwa yang cukup besar, sementara ribuan orang yang lain terpaksa mengungsi ke daerah lain. Sementara hasil-hasil Tanam Paksa sangat mengesankan bagi pemerintah kolonial, namun bagi petani sistem ini menyebabkan tanaman tradisional mereka seperti padi mengalami kemunduran. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya, antara lain karena kebanyakan pegawai pemerintah kolonial hanya mementingkan penanaman tanaman yang laku dipasaran dunia, sedangkan tanaman padi diabaikan. Padahal dari sektor ini beban yang dipikul cukup berat akibat pertambahan jumlah penduduk, baik secara alamiah kelahiran maupun karena adanya migrasi atau perpindahan sektor pekerjaan dari sektor lain ke pertanian padi. Jumlah penduduk Indonesia menurun Sebagai contoh penduduk Demak merosot jumlahnya dari orang menjadi orang sementara di daerah Grobogan dari orang merosot hingga tinggal 9000 orang saja. Disintegrasi sosial dalam struktur masyarakat Indonesia Dalam bidang pertanian, khususnya dalam struktur agraris tidak mengakibatkan adanya perbedaan pengaruh antara majikan dan petani kecil penggarap sebagai budak, melainkan terjadinya homogenitas sosial dan ekonomi yang berprinsip pada pemerataan dalam pembagian tanah. Ikatan antara penduduk dan desanya semakin kuat, sehingga menghambat perkembangan desa itu sendiri. Hal ini terjadi karena penduduk lebih senang tinggal di desanya, mengakibatkan terjadinya keterbelakangan dan kurangnya wawasan untuk perkembangan kehidupan penduduknya. Dampak tanam paksa yang membawa keuntungan bagi bangsa Indonesia sendiri antara lain Rakyat Indonesia mengenal teknik menanam jenis-jenis tanaman baru yang layak ekspor seperti kopi, nila, lada, tebu. Rakyat Indonesia mulai mengenal tanaman dagang yang berorientasi ekspor. Diperkenalkannya mata uang secara besar – besaran sampai lapisan terbawah masyarakat Jawa. Perluasan jaringan jalan raya. Meskipun tujuannya bukan untuk menaikan taraf hidup masyarakat Indonesia melainkan guna kepentingan pemerintah Belanda sendiri, tetapi hal ini mencipatakan kegiatan ekonomi baru orang Jawa dan memungkinkan pergerakan penduduk desa masuk ke dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan uang. Berkembangnya industrialisasi di pedesaan Dengan adanya tanam paksa tersebut menyebabkan pekerja mengenal sistem upah yang sebelumnya tidak dikenal oleh penduduk, mereka lebih mengutamakan sistem kerjasama dan gotong royong terutama tampak di kota-kota pelabuhan maupun di pabrik-pabrik gula. Dalam pelaksanaan Tanam Paksa, penduduk desa diharuskan menyerahkan sebagian tanah pertaniannya untuk ditanami tanaman eksport, sehingga banyak terjadi sewa menyewa tanah milik penduduk dengan pemerintah kolonial secara paksa. Dengan demikian hasil produksi tanaman eksport bertambah,mengakibatkan perkebunan-perkebunan swasta tergiur untuk ikut menguasai pertanian di Indonesia di kemudian hari. Baca Juga Jenis Manusia Purba Pengaruh Sistem Tanam Paksa Bidang Sosial Dalam bidang pertanian, khususnya dalam struktur agraris tidak mengakibatkan adanya perbedaan antara majikan dan petani kecil penggarap sebagai budak, melainkan terjadinya homogenitas sosial dan ekonomi yang berprinsip pada pemerataan dalam pembagian tanah. Ikatan antara penduduk dan desanya semakin kuat hal ini malahan menghambat perkembangan desa itu sendiri. Penduduk lebih senang tinggal di desanya, mengakibatkan terjadinya keterbelakangan dan kurangnya wawasan untuk perkembangan kehidupan penduduknya. Tanam paksa secara tidak sengaja juga membantu kemajuan bagi bangsa Indonesia, dalam hal mempersiapkan modernisasi dan membuka jalan bagi perusahaan-perusahaan partikelir bagi bangsa Indonesia sendiri. Peranan bahasa melayu dan bahasa daerah dikalangan penguasa Bidang Ekonomi Dengan adanya tanam paksa tersebut menyebabkan pekerja mengenal sistem upah yang sebelumnya tidak dikenal oleh penduduk, mereka lebih mengutamakan sistem kerjasama dan gotong royong terutama tampak di kota-kota pelabuhan maupun di pabrik-pabrik gula. Dalam pelaksanaan tanam paksa, penduduk desa diharuskan menyerahkan sebagian tanah pertaniannya untuk ditanami tanaman eksport, sehingga banyak terjadi sewa menyewa tanah milik penduduk dengan pemerintah kolonial secara paksa. Dengan demikian hasil produksi tanaman eksport bertambah, mengakibatkan perkebunan-perkebunan swasta tergiur untuk ikut menguasai pertanian di Indonesia di kemudian hari. Tokoh-tokoh penentang tanam paksa Muncul reaksi berupa perlawanan. Pada sisi yang lain, orang-orang Belanda sendiri juga banyak yang menentangnya. Sistem tanam paksa ditentang, baik secara perseorangan maupun melalui parlemen di Negeri Belanda. Golongan yang menentang tanam paksa di Indonesia sendiri terdiri atas golongan bawah yang merasa iba mendengar keadaan petani yang menderita akibat tanam paksa. Mereka menghendaki agar tanam paksa dihapuskan berdasarkan peri kemanusiaan. Kebanyakan dari mereka diilhami oleh ajaran agama. Sementara itu dari golongan menengah yang terdiri dari pengusaha dan pedagang swasta yang menghendaki agar perekonomian tidak saja dikuasai oleh pemerintah namun bebas kepada penanam modal. Tokoh Belanda yang menentang pelaksanaan Sistem tanam paksa di Indonesia, antara lain sebagai berikut Baca Juga Teks Proklamasi Eduard Douwes Dekker 1820–1887 Eduard Douwes Dekker atau Multatuli sebelumnya adalah seorang residen di Lebak, Serang, Jawa Barat. Ia sangat sedih menyaksikan betapa buruknya nasib bangsa Indonesia akibat sistem tanam paksa dan berusaha membelanya. Ia mengarang sebuah buku yang berjudul Max Havelaar lelang kopi perdagangan Belanda dan terbit pada tahun 1860. Dalam buku tersebut, ia melukiskan penderitaan rakyat di Indonesia akibat pelaksanaan sistem tanam paksa. Selain itu, ia juga mencela pemerintah Hindia-Belanda atas segala kebijakannya di Indonesia. Eduard Douwes Dekker mendapat dukungan dari kaum liberal yang menghendaki kebebasan. Akibatnya, banyak orang Belanda yang mendukung penghapusan Sistem Tanam Paksa. Baron van Hoevell 1812–1870 Selama tinggal di Indonesia, Baron van Hoevell menyaksikan penderitaan bangsa Indonesia akibat sistem tanam paksa. Baron van Hoevell bersama Fransen van de Putte menentang sistem tanam paksa. Kedua tokoh itu juga berjuang keras menghapuskan sistem tanam paksa melalui parlemen Belanda. Fransen van der Putte 1822-1902 Fransen van der putte yang menulis Suiker Contracten’ sebagai bentuk protes terhadap kegiatan tanam paksa. Golongan Pengusaha Golongan pengusaha menghendaki kebebasan berusaha, dengan alasan bahwa sistem tanam paksa tidak sesuai dengan ekonomi liberal. Akibat reaksi dari orang-orang Belanda yang didukung oleh kaum liberal mulai tahun 1865 sistem tanam paksa dihapuskan. Penghapusan sistem tanam paksa diawali dengan penghapusan kewajiban penanaman nila, teh, kayu manis 1965, tembakau 1866, tanaman tebu 1884 dan tanaman kopi 1916. Hasil dari perdebatan di parlemen Belanda adalah dihapuskannya cultuur stelsel secara bertahap mulai tanaman yang paling tidak laku sampai dengan tanaman yang laku keras di pasaran Eropa. Secara berangsur-angsur penghapusan cultuurstelsel adalah sebagai berikut. Pada tahun 1860, penghapusan tanam paksa lada. Pada tahun 1865, penghapusan tanam paksa untuk teh dan nila. Pada tahun 1870, hampir semua jenis tanam paksa telah dihapuskan. Karena banyaknya protes dan reaksi atas pelaksanaan sistem tanam paksa yang tidak berperikemanusiaan tidak hanya di negara Indonesia namun di negeri Belanda, maka sistem tanam paksa dihapuskan dan digantikan oleh politik liberal kolonial. Baca Juga Perjanjian Linggarjati Penghapusan Sistem Tanam Paksa Culturstelsel menghadapi berbagai masalah pada tahun 1840, tanda-tanda penderitaan di kalangan orang Jawa dan Sunda mulai tampak, khususnya di daerah-daerah penanaman tebu. Wabah-wabah penyakit terjangkit pada tahun 1846-1849, dan kelaparan meluas di Jawa Tengah sekitar tahun 1850. Sementara itu, pemerintah menetapkan kenaikan pajak tanah dan pajak-pajak lainnya secara drastis. Akibatnya rakyat menjadi semakin menderita. Penghapusan tanam paksa secara radikal berlangsung sesudah tahun 1860-an. Tanaman paksa lada dihapus pada tahun 1862. Penghapusan tanaman-tanaman paksa indigo dan teh pada tahun 1865. Ketika Fransen van den Putte menjadi menteri jajahan 1863-1866 melakukan berbagai perbaikan. Penanaman paksa tembakau dan tanaman lainnya, selain tebu dan kopi di Jawa dihapuskan. Undang-undang lain menghapuskan rodi di hutan jati, melarang memukul dengan rotan sebagai hukuman terhadap orang yang dianggap salah. Pada tahun 1864 Staten-Generaal menerima undang-undang Comptabiliteit, tetapi baru mulai berlaku tahun 1867. Undang-undang ini menetapkan bahwa biaya tahunan untuk Indonesia harus dibuat oleh Staten-Generaal sehingga Staten-Generaal langsung mempengaruhi arah kebijaksanaan pemerintahan di Indonesia. Kopi dan gula merupakan tanaman yang paling penting untuk mendapatkan keuntungan sehingga tanam paksa pada dua tanaman ini paling akhir dihapuskan. Undang-Undang Gula tahun 1870 ditetapkan bahwa pemerintah akan menarik diri atas penanaman tebu selama 12 tahun, yang dimulai pada tahun 1878. Penghapusan penanaman kopi baru berakhir di Priangan pada awal tahun1917, dan di beberapa daerah pesisir utara Jawa pada bulan Juni 1919. Keadaan sosial negara Belanda Belanda merupakan negara dengan jumlah penduduk paling padat di dunia, yaitu lebih dari 400 jiwa per km². Lebih dari 40% penduduknya menghuni kawasan Amsterdam, Harleem, Den Haag, Rotterdam, dan Utrecht. Pertumbuhan penduduk rata-rata 0,6% per tahun. Angka harapan hidup di Belanda telah mencapai angka 78,3 per tahun. Dari data UNDP, pada tahun 1990-2000 jumlah penduduk Belanda yang hidup di bawah garis kemiskinan ±7,3% dan jumlah tenaga kerja yang menganggur 0,8%. Pendapatan per kapita tahun 2002 sebesar 29,1 US$ dengan rata-rata pertumbuhan 2,2% per tahun. Penduduk Orang Belanda sebagian besar adalah keturunan bangsa Jerman yang menetap di wilayah tersebut di zaman kuno. Tapi Belanda juga telah menjadi tempat perlindungan bagi imigran dari berbagai negeri. Di antara mereka adalah orang-orang Yahudi yang diusir dari Spanyol dan Portugal di tahun 1500-an dan dianiaya di Jerman pada tahun 1900-an. Imigran terbaru datang dari bekas koloni Belanda yang sekarang menjadi negara Indonesia dan Suriname merdeka. Bahasa Bahasa Belanda adalah bahasa utama Belanda. Ini adalah bentuk dari bahasa Jerman Rendah yang diucapkan di wilayah utara. Bahasa ini pertama kali diucapkan oleh kaum Frank. Kaum Frank adalah orang-orang Jerman yang bermigrasi dari timur dan menetap di sana di tahun 300-an. Bahasa Belanda terkait dengan bahasa Jerman dan Inggris modern. Di provinsi utara Friesland, bahasa Frisian diterima sebagai bahasa resmi bersama dengan bahasa Belanda standar. Bahasa Frisian adalah bahasa Jermanik yang paling dekat dengan bahasa Inggris. Orang Belanda juga diajarkan untuk berbicara bahasa Inggris. Agama Orang Belanda terbagi rata antara pemeluk Katolik Roma dan Protestan. Orang Katolik cenderung hidup di selatan, sedang orang Protestan hidup terutama di utara dan barat. Sekte Protestan tunggal terbesar di negara ini adalah Gereja Reformasi Belanda. Belanda juga merupakan rumah bagi sejumlah kecil orang-orang Yahudi dan Muslim. Belanda memiliki tradisi panjang dalam hal toleransi beragama. Kebebasan beribadah dijamin dalam konstitusi. Pendidikan Sekolah-sekolah Belanda didukung pemerintah. Anak-anak diwajibkan untuk bersekolah dari usia 4 sampai 16 tahun. Setelah sekolah dasar, mereka dapat meneruskan ke salah satu dari beberapa jenis sekolah menengah, tergantung kemampuan. Sekolah-sekolah ini melengkapi siswa dengan pendidikan umum atau kejuruan perdagangan atau mempersiapkan mereka untuk memasuki universitas. Leiden University, yang tertua di negara ini, didirikan pada tahun 1575. Makanan dan Minuman Orang Belanda kebanyakan ramah dan sangat mencintai negaranya. Makanan Belanda sederhana dan lezat. Keju seperti Gouda dan Edam nama untuk kota-kota di mana mereka diproduksi dinikmati di seluruh dunia. Hidangan musim dingin yang khas adalah erwtensoep, yakni sup kacang kental. Baca Juga Konferensi Meja Bundar Makanan Indonesia sangat populer. Salah satunya adalah rijsttafel “rice table”, atau nasi dengan berbagai daging, ikan, dan masakan sayuran yang berbumbu. Masakan lainnya adalah nasi goreng, atau nasi goreng dengan udang, daging babi, atau ayam dan sebagainya. Ikan, terutama hering asin, merupakan bagian penting dari makanan Belanda. Belanda juga dikenal karena berbagai jenis bir lager dan ale. Kota-kota Besar Amsterdam adalah ibukota resmi dan kota terbesar di Belanda. Kota ini memiliki populasi sekitar jiwa dan merupakan pusat negara perdagangan, perbankan, dan industri Belanda. Den Haag, dengan jumlah penduduk jiwa, terletak sekitar 48 kilometer di selatan Amsterdam. Kota ini adalah pusat dari pemerintahan Belanda dan menjadi situs dari Mahkamah Internasional, organ dari Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB. Rotterdam, dengan populasi sekitar jiwa, adalah kota terbesar kedua di negara itu. Rotterdam-Europoort adalah pelabuhan terbesar di dunia dan pintu gerbang untuk banyak pengiriman Eropa Barat. Kota Belanda terkenal lainnya adalah Haarlem, sebuah kota pasar bunga; Groningen, pusat pasar di utara; Eindhoven, pusat industri; dan kota-kota universitas tua Leiden dan Utrecht. Pemerintah Kerajaan Belanda adalah monarki konstitusional. Keluarga kerajaan termasuk ke dalam House of Orange-Nassau yang didirikan oleh William I, Pangeran Nassau dan Pangeran Orange, di tahun 1500-an. Semua raja Belanda di tahun 1900-an adalah Ratu. Ratu Wilhelmina memerintah dari tahun 1890 ke 1948. Ratu Juliana memerintah dari tahun 1948 sampai 1980 dan Ratu Beatrix memerintah dari tahun 1980 sampai 2013. Ketika Beatrix pensiun, anaknya, Willem-Alexander, menjadi raja. Raja berfungsi sebagai kepala negara. Tapi kepemimpinan pemerintah sebenarnya terletak pada Dewan Menteri. Dewan dipimpin oleh seorang perdana menteri. Lembaga legislatif adalah Staten Generaal Serikat Umum, terdiri atas dua majelis. 75 anggota Eerste Kamer Majelis Pertama dipilih oleh dua belas dewan provinsi untuk masa jabatan 4 tahun. 150 anggota Tweede Kamer Majelis Kedua dipilih langsung oleh rakyat untuk masa jabatan 4 tahun. Legislasi dilakukan di Majelis Kedua dan harus disetujui oleh Majelis Pertama. Perdana menteri dan anggota kabinet lainnya diangkat oleh raja dari partai politik dengan mayoritas di Staten Generaal. Dewan Negara dipimpin oleh raja dan berfungsi sebagai badan Demikian penjelasan artikel diatas tentang Tanam Paksa – Pengertian, Tujuan, Latar Belakang & Van den Bosch semoga bermanfaat bagi semua pembaca

Secaraumum Tanam Paksa mewajibkan para petani untuk menanam tanaman-tanaman yang dapat diekspor di pasaran dunia. Jenis tanaman itu di samping kopi juga antara lain tembakau, tebu, dan nila. Secara rinci beberapa ketentuan Tanam Paksa itu termuat pada Lembaran Negara (Staatsblad) Tahun 1834 No. 22.
Jika menengok kembali pada masa penjajahan Belanda di Indonesia maka kita tidak akan asing dengan istilah tanam paksa atau cultuurstelsel. Sebuah sistem yang disebut tanam paksa ini pernah dialami oleh rakyat Indonesia pada tahun 1830. Sistem tanam paksa diberlakukan pada masa itu karena didasari sebuah upaya menghidupkan kembali gerakan ekploitasi yang sudah berlaku sebelumnya, yaitu pada masa VOC. Pada masa itu, VOC dan sistem tanam paksa ini memiliki kesamaan yaitu sistem pajak tanah dan ekploitasi ini diberlakukan oleh seorang gubernur Belanda—pada masa penjajahan—bernama Johannes Van de Bosch. Sebelum sistem dan aturan tanam paksa di Indonesia ini berlaku, Belanda menghadapi masalah serius akibat perang yang dilakukan di beberapa wilayah. Seperti di tanah Jawa, Bonjol, serta negara lain. Akibatnya Belanda di ambang kebangkrutan lantaran banyaknya biaya yang harus mereka keluarkan untuk perang tersebut, terutama masalah Paksa di IndonesiaMaka untuk menyelesaikan masalah tersebut, pemerintah Belanda dalam hal ini gubernur Johannes Van de Bosch diberikan tugas yang sangat pokok. Tugas tersebut adalah mencari dan menghasilkan dana untuk kemudian diserahkan kepada negara Belanda guna mengisi kebutuhan dan menutupi kekosongan kas yang disebabkan oleh perang, serta tentu saja untuk membiayai perang selanjutnya. Kemudian, gubernur Johannes Van de Bosch menemukan sebuah cara yaitu memanfaatkan tenaga kerja rakyat Indonesia dengan memberlakukan sistem tanam paksa yang tentu saja hal ini berdampak tidak menguntungkan bagi rakyat pembahasan ini berlanjut, terlebih dahulu kita harus mengetahui pengertian tanam paksa dan sejarahnya dan tidak bisa dipungkiri bahwa kegiatan tanam paksa ini sedikit banyak telah memberikan dampak bagi rakyat Indonesia pada berbagai bidang. Tanam paksa adalah kegiatan menanam secara paksa tanpa diberi upah. Dalam hal ini rakyat dipaksa untuk menanam bahkan memberi sebagian tanah mereka untuk dijadikan ladang. Karena Belanda memiliki beragam tanaman yang tergolong sangat berkualitas maka pihak Belanda membawa beragam tumbuhan—seperti tebu, kopi, nila, lada, teh dan kayu manis—untuk ditanam di tanah yang subur, khusunya di daerah Jawa. Hal ini dilakukan semata-mata demi kepentingan Belanda dan tentu saja harga yang ditetapkan oleh Belanda sangat tinggi sehingga menghasilkan keuntungan yang juga tinggi yang berdampak kepada semakin makmurnya negeri Belanda dan rakyat Indonesia sendiri mengalami penderitaan dan Tanam Paksa di IndonesiaSistem tanam paksa ini berlangsung sampai pada tahun 1870. Pemicu dihapusnya sistem ini adalah munculnya pertentangan di antara golongan liberal dan humanis dan juga bersamaan dengan ini diberlakukannya Undang-undang Pokok Agraria. Jika melihat sejarah pembentukan UUPA Undang-undang Pokok Agraria ini, maka bisa dilihat undang-undang ini berfokus kepada perubahan penguasaan kepemilikan tanah baik dalam segi politik maupun teknis. Dampak UU Agraria sendiri adalah terciptanya perubahan terhadap rakyat khususnya petani yang mencapai keadilan dan pemenuhan kebutuhan sehingga tidak lagi mengalami penderitaan. Meskipun sistem tanam paksa ini sangat merugikan bagi rakyat Indonesia akan tetapi ada hal positif yang juga didapatkan. Salah satunya adalah keterampilan bertani, berladang, mengenal tumbuh-tumbuhan, dan tekhnik memelihara tumbuhan pelaksanaan sistem tanam paksa ini pemerintah Belanda memiliki beberapa aturan yang tentu saja aturan-aturan yang diberlakukan diharapkan mampu membuat para pekerja mendapatkan haknya secara adil, dan juga sistem kerja yang efisien bisa terlaksana. Aturan tanam paksa di Indonesia diatur oleh Indisch Staatsblad No. 22 tahun 1834 dengan ketentuan sebagai berikutRakyat diwajibkan menyediakan tanah—secara sukarela—kurang dari 20% dari tanahnya sehingga dapat dijadikan lahan untuk menanam berbagai jenis tanaman yang hasilnya panen tersebut akan diekspor ke pajak untuk tanah yang disediakan oleh rakyat karena sudah dianggap sebagai alat pembayaran aturan kepada rakyat yang tidak memilik tanah untuk dijadikan lahan, agar menggantinya dengan bekerja di pabrik atau di perusahaan Belanda dengan waktu hingga 66 yang diberikan kepada rakyat untuk mengerjakan tanaman hanya selama kurang lebih tiga bulan sejak dimulainya terdapat kelebihan hasil dari produksi tanaman yang berada diluar ketentuan maka hasil tersebut akan diserahkan kepada akibat bencana alam atau tanaman terserang yang berakibat gagal panen maka akan ditanggung oleh pemerintah pelaksanaa aturan tanam paksa diserahkan dan diawasi oleh kepala desa, sedangkan pemerintah Belanda hanya mengawasi pada bagian kontrol panen dan juga transportasi sehingga bisa dijalankan dalam waktu yang tetapi, aturan yang diberlakukan oleh pemerintah Belanda ini menyebabkan penderitaan bagi rakyat. Karena pada kenyataannya pemerintah Belanda melaksanakan aturan tanam paksa di Indonesia tersebut dengan tidak sesuai ketentuan sehingga banyak aturan yang dilanggar dan dilaksanakan dengan cara tidak manusiawi. Seperti, para petani dipaksa bekerja melebih batas waktu yang telah ditentukan pada perjanjian sebelumnya. Selain itu, pelanggaran aturan kerja juga terdapat pada masalah pajak, di mana rakyat tetap diwajibkan membayar pajak dan menanam tanaman ekspor. Tentu saja hal ini tidak sesuai karena aturan yang berlaku adalah rakyat dibebaskan dari pajak atas tanahnya yang dijadikan aturan lainnya juga ditemukan pada sistem kegagalan panen yang bisa saja disebabkan oleh bencana. Pada kenyataannya kegagalan panen ini malah dilimpahkan dan menjadi tanggung jawab petani. Selain itu, para petani dipaksa bekerja dalam bentuk kerja rodi demi kepentingan pemerintah Belanda demi menutupi kegagalan panen tersebut. Kemudian, ditemukan pula pelanggaran lainnya, yaitu penyerahan pembayaran dari selisih pajak dan nilai yang dihasilkan dari panen. Pada kenyataannya petani tidak memperoleh keuntungan dari sistem selisih tersebut dan pembayaran yang diterima hanya tanam paksa memang sangat menguntungkan bagi Belanda, akan tetapi beberapa dampak sangat dirasakan oleh rakyat Indonesia. Di antaranya adalah dampak Tanam paksa di bidang politik dan juga dampak lain seperti timbulnya wabah penyakit yang menyerang petani, kemudian kelaparan juga tidak bisa terhindarkan, serta ancaman kemiskinan semakin menjadikan rakyat sengsara. Di samping dampak tersebut, ternyata ada nilai positif yang bisa didapatkan oleh bagi rakyat Indonesia. Bisa dirasakan—hingga sekarang—dengan bertambahnya ilmu dan pengetahuan tentang teknologi baru yang telah diajarkan oleh pemerintah Belanda. Seperti, pengetahuan baru tentang jenis biji-bijian dan tumbuhan, serta cara atau teknik penanaman. Selain itu juga pemahaman baru tentang ekonomi yang meskipun tidak langsung memengaruhi dan meningkatkan perekonomian pada masa itu.
Tanampaksa membawa penderitaan rakyat, banyak yang jatuh sakit bahkan meninggal. Pelaksanaan tanam paksa ini Belanda dapat mengeruk keuntungan dari tanah Hindia. Utang-utang VOC dapat dibayar, kubu-kubu pertahanan dapat dibangun, Belanda menikmati diatas penderitaan rakyat Pribumi. Tanam paksa telah melanggar hak-hak asasi manusia. Jakarta - Sistem tanam paksa terjadi pada masa pemerintahan van den Bosch dari pemerintah kolonial Belanda. Bagaimana sejarah sistem tanam paksa menyengsarakan rakyat?Pengertian tanam paksaSistem tanam paksa adalah sistem yang mengharuskan rakyat melaksanakan proyek penanaman tanaman ekspor di bawah paksaan pemerintah kolonial sejak tahun tanam paksa pada masa penjajahan Belanda disebut cultuurstelsel. Istilah cultuurstelsel sebenarnya berarti sistem tanaman culture system atau cultivation system.Cultuurstelsel sebenarnya berarti kewajiban rakyat Jawa untuk menanam tanaman ekspor yang laku dijual di Eropa. Rakyat pribumi menerjemahkan cultuurstelsel dengan sebutan tanam paksa karena pelaksanaannya dilakukan dengan tanam paksa dikenakan hukuman fisik yang berat, seperti dikutip dari buku Sejarah untuk Kelas 2 SMA oleh M. Habib Belakang Sistem Tanam PaksaSistem tanam paksa pemerintah kolonial Belanda dilaksanakan karena sejumlah peristiwa dan kondisi saat itu, di antaranya sebagai berikut1. Belanda menghabiskan biaya yang besar karena terlibat dalam peperangan di masa kejayaan Napoleon Bonaparte di Eropa2. Terjadinya Perang Kemerdekaan Belgia yang diakhiri dengan pemisahan Belgia dari Belanda pada Belanda menghabiskan biaya hingga sekitar 20 juta gulden untuk menghadapi Perang Diponegoro 1825-1830. Perang Diponegoro adalah perlawanan rakyat jajahan termahal bagi Kas negara Belanda kosong dan utang yang ditanggung Belanda cukup Pemasukan uang dari penanaman kopi tidak Kegagalan upaya mempraktikkan gagasan liberal 1816-1830 dalam mengeksploitasi tanah jajahan agar memberikan keuntungan yang besar bagi negeri induk Belanda.Tokoh pencetus sistem tanam paksa adalah van den Bosch. Usul cultuurstelsel membuat van den Bosch diangkat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Tugas utama van den Bosch adalah mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari negeri jajahan untuk mengisi kas Belanda yang kosong dan membayar utang-utang Tanam Paksa di JawaTujuan tanam paksa adalah merangsang produksi dan ekspor komoditas pertanian yang laku di pasar dunia. Untuk menyukseskan cultuurstelsel, pemerintah kolonial memberikan pinjaman uang pada orang-orang yang bersedia membangun pabrik atau kolonial Belanda juga menyediakan batang tebu mentah dan tenaga kerja untuk pengusaha tebu. Perluasan tanaman dagang untuk pasar dunia mendorong munculnya modal swasta dengan jumlah besar. Modal swasta ini memunculkan masalah-masalah lain dalam pelaksanaan tanam Tanam PaksaPeraturan pokok sistem tanam paksa terdapat dalam lembaran negara Staatblad Tahun 1834 No. 22. Aturan ini diterbitkan beberapa tahun setelah tanam paksa dijalankan di Pulau Jawa. Aturan tanam paksa yaitu1. Persetujuan-persetujuan akan diadakan dengan penduduk agar mereka menyediakan sebagian dari tanahnya untuk penanaman tanaman ekspor yang dapat dijual di pasar Tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan tersebut tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa3. Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman tersebut tidak boleh melebihi pekerjaan untuk menanam tanaman padi4. Tanah yang disediakan penduduk tersebut bebas dari pajak tanah5. Hasil tanaman diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Jika harganya ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, kelebihan tersebut diberikan kepada Kegagalan panen yang bukan karena kesalahan petani akan menjadi tanggungan Bagi yang tidak memiliki tanah akan dipekerjakan pada perkebunan atau pabrik-pabrik milik pemerintah selama 65 hari setiap Pelaksanaan tanam paksa diserahkan kepada pemimpin-pemimpin pribumi. Pegawai-pegawai Eropa bertindak sebagai pengawas secara penyimpangan dalam sistem tanam paksa>>>
13 Berikut ini yang *tidak* termasuk ketentuan pokok sistem tanam paksa adalah .. A. Petani menyediakan seperlima tanahnya untuk ditanami tanaman wajib. B. Penyediaan lahan untuk tanaman wajib harus atas persetujuan penduduk. C. Hasil dari tanaman wajib harus diserahkan kepada pemerintah

Ilustrasi artikel Sejarah Singkat Sistem Tanam Paksa dan Jenis Tanaman yang Menjadi Fokusnya. Sumber tanaman yang menjadi fokus sistem tanam paksa adalah kopi, tebu, tembakau, dan nila. Tanaman-tanaman tersebut adalah tanaman yang dapat diekspor ke pasaran dunia. Dalam perkembangannya kebijakan tanam paksa sangat merugikan bagi rakyat. Berikut ini adalah penjelasan mengenai sejarah singkat sistem tanam artikel Sejarah Singkat Sistem Tanam Paksa dan Jenis Tanaman yang Menjadi Fokusnya. Sumber Singkat Sistem Tanam Paksa dan Jenis Tanaman yang Menjadi FokusnyaMenurut buku Ilmu Pengetahuan Sosial oleh Sugiharsono, dkk 2008 56, sistem tanam paksa adalah kebijakan Gubernur Jenderal Van den Bosch yang mewajibkan para petani jawa menanam tanaman-tanaman yang dapat diekspor ke seluruh dunia. Ciri utama dari sistem tanam paksa adalah mewajibkan rakyat di Jawa untuk membayar pajak dalam bentuk barang hasil pertanian yang mereka buku Ensiklopedia Sejarah Lengkap Indonesia oleh Adi Sudirman 2019 206, ketentuan sistem tanam paksa terdapat dalam Lembaran Negara Tahun 1843 No. 22, antara lain sebagai berikutLahan yang disediakan untuk tanaman wajib harus atas persetujuan pertanian yang disediakan penduduk untuk tanaman wajib tidak boleh melebihi seperlima yang diperlukan untuk menanam tanaman wajib tidak boleh melebihi waktu menanam padi. Tanah yang digunakan menanam tanaman wajib tidak boleh melebihi luas lahan menanam wajib yang dihasilkan harus diberikan kepada pemerintah. Jika hasil yang diperoleh lebih dari yang ditaksir, lebihnya diserahkan panen ditanggung oleh pemerintah asal penyebabnya bukan karena kurang rajinnya desa mengerjakan tanah-tanah mereka di bawah pengawasan kepala desa, sedangkan pegawai Eropa melakukan pengawasan terbatas agar penanaman dan panen berjalan baik dan tepat pada waktunya. Sistem tanam paksa menimbulkan berbagai akibat yang merugikan rakyat. Menurut buku Seri IPS Sejarah 2 SMP Kelas VII oleh Drs. Prawoto, 2007 11, kerugian tanam paksa bagi rakyat adalahMenimbulkan kesengsaraan, kemiskinan, dan kelaparan terutama di kalangan petani, seperti di Cirebon, Demak, dan Grobogan. Meskipun panennya gagal, mereka tetap dikenakan pajak dan rodi berjalan kolonial Belanda memberikan sanksi kepada petani yang meninggalkan tanahnya dengan cara merampasnya. Petani yang tanahnya dirampas semakin artikel Sejarah Singkat Sistem Tanam Paksa dan Jenis Tanaman yang Menjadi Fokusnya. Sumber penjelasan mengenai sejarah singkat sistem tanam paksa dan jenis tanaman yang menjadi fokusnya. Semoga dapat menambah wawasan anda mengenai sejarah Indonesia. IND

Secararinci beberapa ketentuan Tanam Paksa itu termuat pada Lembaran Negara (Staatsblad) Tahun 1834 No. 22. Waktu dan pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman Tanam Paksa tidak boleh melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi. Pihak yang pro Tanam Paksa tetap adalah kelompok konservatif dan para pegawai pemerintah

Penghapusansistem tanam paksa. Secara berangsur-angsur penghapusan sistem tanam paksa atau cultuurstelsel adalah sebagai berikut. a. Pada tahun 1860, penghapusan tanam paksa lada. b. Pada tahun 1865, penghapusan tanam paksa untuk teh dan nila. c. Pada tahun 1870, hampir semua jenis tanam paksa telah dihapuskan.

Daripernyataan 4 dan 5, TIDAK termasuk dalam ketentuan tanam paksa. Pernyataan "4. Kegagalan panen akan ditanggung oleh pemerintah apa pun akibatnya" tidak termasuk ketentuan dari tanam paksa. Hal ini dalam ketentuan tanam paksa kerusakan yang menjadi tanggungjawab oleh pemerintah adalah kerusakan yang diakibatkan oleh faktor alam. nsjrP.